Thursday, 31 December 2015

Hari Nusantara, Djoeanda, dan Penerusnya

13 Desember 2015 lalu, Indonesia memperingati Hari Nusantara yang ke 15. Hari Nusantara merupakan sebuah peringatan atas jasa Perdana Menteri Djoeanda dalam menetapkan kedaulatan Indonesia. Hari Nusantara ditetapkan pada 11 Desember 2001 oleh Presiden RI saat itu Megawati Soekarnoputri, melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001. Melalui Hari Nusantara diharapkan dapat mengubah mindset bangsa Indonesia tentang kemaritiman agar kelak Indonesia mampu mengelola potensi maritim yang besar dan menjadi pusat kemaritiman dunia. Perjuangan Perdana Menteri Djoeanda sangatlah besar.

58 tahun lalu, Perdana Menteri Djoeanda, Mochtar Kusumaatmaja, dan Chaerul Saleh mendeklarasikan batas kedaulatan Indonesia. Pendeklarasian ini muncul akibat adanya Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939. Ordonantie 1939 menetapkan bahwa jarak laut teritorial setiap pulau adalah tiga mil laut. Jarak ini merupakan jarak terjauh tembakan meriam saat itu. Ketetapan ini menimbulkan adanya laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Karena statusnya laut bebas, maka kapal asing bebas berlayar di wilayah ini. Kapal asing yang berlayar bebas itu menjadi ancaman bagi Indonesia. Maka, perlu adanya suatu aturan untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah melalui perjuangan perumusan Rencana Undang-Undang yang sengit, maka pada 13 Desember 1957 ditetapkanlah sebuah peraturan yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda. Dalam Deklarasi Djoeanda  disebutkan tentang asas negara kepulauan yang menyatakan bahwa


“segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia”.

Selain itu, batas laut territorial yang awalnya 3 mil laut menjadi 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Peraturan ini baru diakui oleh Indonesia saja, artinya Negara lain belum mengakuinya. Kemudian, pada tahun 1958 usulan tentang Negara kepulauan ini dibawa ke Konferensi PBB tentang Hukum Laut atau yang lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang pertama. Hasil UNCLOS I masih belum fix waktu itu,  sehingga diadakan UNCLOS II pada 1960 dan UNCLOS III pada 1982. Setelah berjuang selama 25 tahun akhirnya pada UNCLOS III inilah asas negara kepulauan mendapat persetujuan dunia. Indonesia mempertegas keputusan ini melalui UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Selain itu, pada UNCLOS III juga ditetapkan beberapa ketentuan misalnya tentang,
  • laut teritorial dan zona tambahan (pasal 2-34),
  • zona ekonomi eksklusif (pasal 55-75),
  •  landas kontinen (pasal 76-85). Masih banyak hal tentang kemaritiman yang diatur dalam UNCLOS III. 
Peta perkembangan batas maritim Indonesia (Arsana, 2015)

        Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut UNCLOS III. Bagaimana tidak, selain karena Indonesia adalah Negara Kepulauan, UNCLOS III muncul berkat sebuah gagasan dari putera-putera terbaik Indonesia saat itu untuk mewujudkan  asas negara kepulauan. Saat ini asas tersebut melekat dalam diri Indonesia sebagai Wawasan Nusantara. Semua masyarakat Indonesia perlu memahami Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara sudah diajarkan sejak masa sekolah dasar hingga pendidikan di perguruan tinggi. Namun, semua itu dirasa masih sangat minim dalam menyentuh aspek hukum dan teknisnya. Perlu adanya suatu kurikulum khusus tentang aspek hukum dan teknisnya agar generasi muda saat ini lebih memahaminya dan menimbulkan semangat persatuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara maritim terbesar di dunia. Pada lingkup pembelajaran di perguruan tinggi pun, hanya sedikit mata kuliah dan perguruan tinggi yang menawarkan pembelajaran mengenai kemaritiman.

Jadi, bagaimanapun kondisinya, kita sebagai warga Indonesia harus bangga atas apa yang telah diraih oleh Indonesia. Kewajiban bagi kita saat ini sebagai generasi penerus adalah meneruskan estafet perjuangan para pendahulu Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kedaulatan dan kemaritiman Indonesia. Kita harus bersatu menjadi generasi yang sama atau bahkan lebih baik dari pendahulu kita. Saat ini banyak isu-isu yang dapat memecah-belah persatuan Indonesia. Mulai dari konflik antar suku, ras, budaya, hingga agama. Jadi, mari tetap fokus pada tujuan untuk terus memajukan kemaritiman Indonesia.