Monday, 5 November 2012

Pendakian Merapi

Assalamu'alaikum, Muatan pertama blog ini akan saya isi dengan catatan perjalanan. Perjalanan ini digagas oleh Rio M. Fadli dan Muhammad Darwin Hamadi, teman satu jurusan, yang ditanggapi positif oleh sembilan anak lainnya (Saya, Fuad Alwi Swastiko, Rahmat Hanif Ashari, Habib Maulana Sinaga, Rahmatika Linggar, Raudah Husna, Nurul Indri Astuti, Imung Arta Gumeidhita, dan Febriana). Tujuannya adalah, merefresh pikiran usai UTS, hahaha.

Persiapan
Jum'at, 2 November 2012 pukul 15.00 semua kumpul di kampus dengan membawa cheklist masing-masing (jam karet tidak bisa dihindari). Kemudian menuju kos Rio untuk packing ulang serta membagi beban. Ini memakan waktu kira-kira 1-1,5 jam.

Menuju Basecamp Merapi
Selesai packing, kami berdo'a. Kemudian, pada pukul 17.15 tim meluncur ke basecamp Merapi di Selo, Magelang menggunakan motor. Perjalanan terhambat saat melewati ringroad karena ada pembangunan fly over Jombor. Menyadari jauhnya perjalanan, kami mengisi bensin di SPBU ringroad utara. "Allahu akbar Allahu akbar ...", adzan maghrib dikumandangkan. Setelah mengisi bensin, kami mencari masjid terdekat untuk melaksanakan kewajiban ibadah sholat maghrib. Jam menunjukkan pukul 18.02 saat kami hendak melanjutkan perjalanan. Sekitar empat belas menit berjalan, kami memasuki kabupaten Magelang. Allah memberikan berkah, pukul 18.50 hujan turun meski tidak terlalu lebat. Kami berhenti sejenak untuk memakai jas hujan, dan melanjutkan perjalanan. Jalan yang kami lalui juga sudah mulai naik turun dan berkelok. Saat melihat Objek Wisata Ketep Pas (pukul 19.39), dalam hati berkata, "Sumber air sudah dekat." hahaha bukan itu, tapi ini "wah, pasti sudah dekat." Dua puluh menit kemudian, pukul 19.59, alhamdulillah, kami sampai di basecamp.

Istirahat di Basecamp
Motor diparkir, dan segera kami masuk basecamp. Hanya rumah sederhana dengan ruang tamu yang dibuat luas. Di basecamp sudah ada empat pendaki dari Semarang yang menyambut kami dengan hangat. Kenalan, ngobrol bareng, dan cerita pengalaman-pengalaman sambil ditemani teh hangat dan jajan-jajan ala pendaki. Sekitar pukul 21.30 kami mengistirahatkan badan untuk mendaki esok hari. Tak lupa untuk menyetel alarm.

Persiapan Mendaki
Pukul 23.00 alarm berbunyi, rasa malas membuat kami menunda-nunda waktu untuk bangun. Akhirnya kami bangun pukul 23.30, dilanjutkan packing. Beberapa bawaan tidak kami bawa untuk mengurangi beban. O ya, kami mengenakan Baju PIONIR sebagai dresscode, dilapisi jaket masing-masing. Karena memang hawanya dingin. Kami berdo'a memohon keselamatan kepada Allah SWT.

Menuju New Selo
New Selo merupakan objek wisata yang menyuguhkan keindahan pemandangan Gunung Merbabu. Kami berangkat pukul 00.03. Medan menuju New Selo adalah jalan aspal dengan kemiringan sekitar 30-40 derajat. Senter-senter membantu kami melihat dalam kegelapan. Sekitar 25-30 menit berjalan, kami sampai di New Selo. Kami melaksanakan sholat isya berjamaah di sebuah aula kecil. Taukah anda dinginnya air es? Itulah rasanya air wudlu yang kami gunakan. Setelah sholat, kami masak mie goreng, sebenarnya yang masak Fuad, Darwin, dan beberapa anak yang datang mendekat. Kami ucapkan terima kasih kepada yang sudah mau memasak selama pendakian. Setelah matang, langsung dicampur dengan bekal nasi yang Hanif dan Raudah bawa dari Yogyakarta. Kami makan bersama, bagaikan keluarga kecil bahagia, hehehe.... Makan selesai, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan, sebelumnya kami melakukan pemanasan karena memang belum dilakukan sama sekali. Tidak lupa berdo'a memohon keselamatan. Pukul 01.30 kami berangkat.

Menuju Pos Gapura
Medan kali ini adalah tanah dengan kemiringan sama seperti medan menuju New Selo, tetapi tidak rata. Namun, pemandangan yang disuguhkan sungguh indah. Gunung Merbabu serta kebun-kebun warga dihiasi lampu-lampu yang berasal dari rumah-rumah warga, kendaraan-kendaraan, dan lampu-lampu jalan, bagaikan bintang. Baru beberapa saat berjalan kami harus mengenakan jas hujan, karena gerimis turun. Untungnya cuma gerimis. Bagaimana kalau hujan??? Satu jam berjalan, kami sampai di Pos Gapura. Karena memang disana hanya ada gapura yang tegak berdiri. Kami sempatkan untuk istirahat. Walaupun sebenarnya sebelum mencapai Pos Gapura juga sudah banyak istirahat. Foto-foto juga. Di Pos Gapura juga ada rombongan pendaki yang aku lupa entah dari mana. Merasa cukup istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya.

Menuju Pos Watu Belah
Pos selanjutnya adalah Pos Watu Belah, Watu=Batu. Dinamakan demikian karena hanya batu besar agak kotak yang terbelah menjadi "Duaaaaa" dan belahannya itu adalah gerbang untuk melanjutkan ke pos berikutnya. Jalan menuju Pos Watu belah mulai bervariasi. Tanah dan batu, perjalanan bertambah berat. Gerimis sudah mulai reda, maka kami melepaskan jas hujan agar lebih memudahkan pergerakan. Pukul 02.30, sampailah kami di Pos Watu Belah atau sekitar satu jam dari Pos Gapura. Dalam perjalanan kami juga sempat bertemu bule loooh. Dan mereka seperti orang yang tidak kenal lelah, terus berjalan tanpa henti bersama tour guidenya. Kembali kami beristirahat. Ada yang minum, makan jajan, dan ada juga yang foto-foto.

"Monumen"
Perjalanan berlanjut. Jam menunjukkan pukul 04.50. Suasana berkabut. Ada hal yang membuat kami merasa "...." Kami melihat semacam "monumen" bertuliskan,
YUNIAR GITTA PRATAMA
17 JUNI 1990-19 DESEMBER 2010
SELAMAT JALAN KAWAN
SEMANGATMU ADALAH
INSPIRASI KITA
ternyata itu adalah semacam batu nisan. Ya, para pendaki biasa membuatnya untuk mengenang sahabatnya yang wafat di gunung. Ini juga membuat kami sadar, betapa dekat kematian itu.

Ishoma
Kami melanjutkan perjalanan. Darwin mencari tempat yang luas dan datar tidak jauh dari  "monumen" untuk ishoma. Di sana kami membuka matras dan beberapa jas hujan untuk alas istirahat dan tempat sholat. Menggunakan debu yang ada pada batuan untuk mensucikan diri, kami melaksanakan ibadah sholat subuh secara berjamaah. Usai sholat, kami masak. Tetep pada koki kita, Fuad dan Darwin. Dengan kompor gas sewaan kami, mereka berdua masak mie dan masak air untuk menyeduh kopi sekadar untuk menghangatkan badan. Kami istirahat kira-kira sampai pukul 06.30 sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Pos Pasar Bubrah.

Pos Pasar Bubrah
Pos Pasar Bubrah adalah tanah lapang yang semuanya batu, batu, dan batu. Disana tidak ada sebatang tumbuhan pun yang hidup. Menurutku, itu karena tanah berbatu dan efek pasca erupsi belum lama ini. Medan menuju pos ini, tambah berat. Tanjakan, batu, kerikil, dan pasir. Angin berhembus sangat kencang meniupkan udara dingin ke arah kami. Kami terus mendaki untuk mencapai pos ini. Sekitar pukul 09.00 kami sampai. Taukah kalian apa yang kami lihat? Puncaaak. Puncak Merapi terlihat jelas dari pos ini. Gugusan batu-batu abu-abu besar, tertutup pasir bercampur kerikil. Kami juga melihat tiga tenda di sana. Ada juga beberapa pendaki yang kami lihat berusaha mendaki batu-batu dan pasir-pasir untuk mencapai puncak. Dan di sana ada "monumen" lain. Kata Darwin, itu adalah makam kakak kelasnya yang wafat karena kabut berracun. dan menjadi awal terbentuknya pencinta alam di sekolahnya. Agar tidak ada lagi kejadian seperti itu. Aku sempat tidak yakin untuk dapat mencapai puncak. Namun, karena semangat teman-teman yang sangat ingin muncak, aku juga bertambah semangat. Tiga puluh menit kami habiskan untuk istirahat di Pos Pasar Bubrah. Makan, minum, foto-foto, juga melihat-lihat kondisi sekitar dan pemandangan yang begitu menakjubkan.

Menggapai Puncak
Pukul 09.30, kami melanjutkan mendaki puncak. Namun, Habib tidak bersedia ikut. Apa alasannya Bib?...
Maka, kami bersepuluh yang memutuskan untuk tetap mendaki. Kami hanya membawa persediaan logistik (makanan dan minuman) serta tidak lupa kamera untuk foto-foto. Sebenarnya jaraknya kurang dari 500 meter. Namun, karena pasir dan batu-batu itu terasa berat tetapi lebih membuat kami bersemangat. Setengah perjalanan menuju puncak dari Pos Pasar Bubrah, Imung menyerah. Dia kembali turun. Kenapa Mung?...
Tinggal sembilan anak yang terus melanjutkan. Sekitar pukul 10.15 kami sampai puncak setelah melewati hamparan pasir dengan kemiringan 30-45 derajat dan batu-batu abu-abu besar yang licin. Ini urutan pencapaiannya,
  1. Hanif
  2. Nurul
  3. Adit
  4. Raudah
  5. Linggar
  6. Fuad
  7. Rio
  8. Darwin
  9. Ana
masing-masing punya alasan lo kenapa waktunya berbeda. Di puncak hanya ada sejengkal tanah datar yang bisa kami tempati bersembilan. Di belakang tanah sejengkal itu mengepul asap belerang dari kawah yang jauh di bawah. Di puncaknya puncak berkibar gagah Sang Saka Merah Putih. Makan, minum, foto-foto, bagaikan hal yang wajib dilakukan.

Turun, Pulang, Istirahat
Sekitar pukul 11.30, kami turun. Rasa puas sudah terbayar. Betapa bangganya kami bisa menikmati kekuasaan Allah SWT. Perjalanan turun lebih cepat. Habib dan Hanif turun lebih awal karena haur mengembalikan motor sewaan. mereka sampai di Yogyakarta pukul 16.30. Sedangkan kami, pada waktu yang sama baru sampai New Selo karena beberapa alasan.  O ya, sholat dzuhur dan ashar kami jamak qashar di New Selo. Kami istirahat beberapa saat. Kami mendapat rizki yang tak terduga. Hujan deras mengguyur Merapi dan sekitarnya saat kami hendak turun ke basecamp. Kami memutuskan untuk menunggu hujan reda, karena tidak semua membawa jas hujan. Namun, ada pahlawan  datang. Darwin rela turun ke basecamp mengambil jas hujan untuk dua teman kami yang tidak membawa jas hujan. Terima kasih banyak Win! Saat Darwin kembali dengan jas hujan bawaannya sekitar pukul 19.15, hujan mulai reda. Kami turun ke basecamp dan bersiap untuk kembali ke Yogyakarta. Kami tiba di Yogyakarta sekitar pukul 11.30. Banyak kejadian lucu tak terlupakan selama perjalanan dari berangkat sampai kembali ke Yogyakarta yang tak bisa diceritakan di sini. Sampai kos masing-masing, langsung melaksanakan sholat maghrib dan isya yang kami jamak juga. Dan segera mengistirahatkan badan yang lelah ini.

Tamat....

No comments:

Post a Comment