13
Desember 2015 lalu, Indonesia memperingati Hari Nusantara yang ke 15. Hari
Nusantara merupakan sebuah peringatan atas jasa Perdana Menteri Djoeanda dalam menetapkan
kedaulatan Indonesia. Hari Nusantara ditetapkan pada 11 Desember 2001 oleh Presiden RI
saat itu Megawati Soekarnoputri, melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 126
Tahun 2001. Melalui Hari Nusantara diharapkan dapat mengubah mindset bangsa Indonesia tentang
kemaritiman agar kelak Indonesia mampu mengelola potensi maritim yang besar dan
menjadi pusat kemaritiman dunia. Perjuangan Perdana Menteri Djoeanda sangatlah
besar.
58 tahun
lalu, Perdana Menteri Djoeanda, Mochtar Kusumaatmaja, dan Chaerul Saleh mendeklarasikan
batas kedaulatan Indonesia. Pendeklarasian ini muncul akibat adanya Territoriale
Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939. Ordonantie
1939 menetapkan bahwa jarak
laut teritorial setiap pulau adalah tiga mil laut. Jarak ini merupakan jarak terjauh tembakan meriam
saat itu. Ketetapan ini menimbulkan adanya laut bebas di antara pulau-pulau di
Indonesia. Karena statusnya laut bebas, maka kapal asing bebas berlayar di wilayah
ini. Kapal asing yang berlayar bebas itu menjadi ancaman bagi Indonesia. Maka,
perlu adanya suatu aturan untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah melalui
perjuangan perumusan Rencana Undang-Undang yang sengit, maka pada 13 Desember
1957 ditetapkanlah sebuah peraturan yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda. Dalam
Deklarasi Djoeanda disebutkan tentang asas
negara kepulauan yang menyatakan bahwa
“segala
perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau
yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas
atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik
Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang
berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia.
Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia”.
Selain itu, batas
laut territorial yang awalnya 3 mil laut menjadi 12 mil laut diukur dari garis
pangkal kepulauan Indonesia. Peraturan ini baru diakui oleh Indonesia saja,
artinya Negara lain belum mengakuinya. Kemudian, pada tahun 1958 usulan tentang
Negara kepulauan ini dibawa ke Konferensi PBB tentang Hukum Laut atau yang lebih
dikenal dengan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang
pertama. Hasil UNCLOS I masih belum fix
waktu itu, sehingga diadakan UNCLOS II
pada 1960 dan UNCLOS III pada 1982. Setelah berjuang selama 25 tahun akhirnya pada
UNCLOS III inilah asas negara kepulauan mendapat persetujuan dunia. Indonesia mempertegas
keputusan ini melalui UU Nomor 17
Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara
kepulauan. Selain itu, pada UNCLOS III juga ditetapkan beberapa
ketentuan misalnya tentang,
- laut teritorial dan zona tambahan (pasal 2-34),
- zona ekonomi eksklusif (pasal 55-75),
- landas kontinen (pasal 76-85). Masih banyak hal tentang kemaritiman yang diatur dalam UNCLOS III.
Peta perkembangan batas maritim Indonesia (Arsana, 2015) |
Indonesia merupakan
salah satu Negara yang menganut UNCLOS III. Bagaimana tidak, selain karena
Indonesia adalah Negara Kepulauan, UNCLOS III muncul berkat sebuah gagasan dari
putera-putera terbaik Indonesia saat itu untuk mewujudkan asas negara kepulauan. Saat ini asas tersebut
melekat dalam diri Indonesia sebagai Wawasan Nusantara. Semua masyarakat
Indonesia perlu memahami Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara sudah diajarkan
sejak masa sekolah dasar hingga pendidikan di perguruan tinggi. Namun, semua
itu dirasa masih sangat minim dalam menyentuh aspek hukum dan teknisnya. Perlu
adanya suatu kurikulum khusus tentang aspek hukum dan teknisnya agar generasi
muda saat ini lebih memahaminya dan menimbulkan semangat persatuan untuk
mewujudkan Indonesia sebagai Negara maritim terbesar di dunia. Pada lingkup
pembelajaran di perguruan tinggi pun, hanya sedikit mata kuliah dan perguruan
tinggi yang menawarkan pembelajaran mengenai kemaritiman.
Jadi,
bagaimanapun kondisinya, kita sebagai warga Indonesia harus bangga atas apa
yang telah diraih oleh Indonesia. Kewajiban bagi kita saat ini sebagai generasi
penerus adalah meneruskan estafet perjuangan para pendahulu Bangsa Indonesia
dalam memperjuangkan kedaulatan dan kemaritiman Indonesia. Kita harus bersatu
menjadi generasi yang sama atau bahkan lebih baik dari pendahulu kita. Saat ini
banyak isu-isu yang dapat memecah-belah persatuan Indonesia. Mulai dari konflik
antar suku, ras, budaya, hingga agama. Jadi, mari tetap fokus pada tujuan untuk
terus memajukan kemaritiman Indonesia.